Tentang Kami

Monday, April 27, 2015

Bulughul Maram - Menghilangkan Najis dan Penjelasannya

Bulughul Maram - Menghilangkan Najis dan Penjelasannya
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَمْرِ تُتَّخَذُ خَلًّا ؟ قَالَ: " لَا ".
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ia, ia berkata bahwa rasulullah saw pernah ditanya tentang hukum khamar (minuman memabukkan) yang dijadikan cuka, beliaupun menjawab bersabda, “Tidak boleh.”
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Tumrudi. Turmudzi mengatakannya sebagai hadits hasan shahih.

وَعَنْهُ قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ خَيْبَرَ، أَمَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَا طَلْحَةَ, فَنَادَى: "إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ، فَإِنَّهَا رِجْسٌ"
Diriwayatkan darinya (Anas Ibnu Malik ra), ia berkata: Ketika hari perang Khaibar Rasulullah saw memerintahkan Abu Thalhah[1], kemudian beliau berseru: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang engkau sekalian memakan daging keledai jinak (bukan yang liar) karena ia kotor. Muttafaq Alaihi.[2]

 Bulughul Maram - Menghilangkan Najis dan Penjelasannya

عَنْ عَمْرِو بْنِ خَارِجَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُ قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِنًى, وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ وَلُعَابُهَا يَسِيلُ عَلَى كَتِفَيَّ.   
Diriwayatkan dari Amru  bin Kharijah ra, ia berkata: Nabi saw berkhutbah pada waktu kami di Mina sedang beliau di atas binatang kendaraannya, dan air liur binatang tersebut mengalir di atas kedua pundakku.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Turmudizi dan dinilainya sebagai hadits shahih.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْسِلُ الْمَنِيَّ، ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى الصَّلَاةِ فِي ذٰلِكَ ذٰلِكَ الثَّوْبِ, وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى أَثَرِ الْغُسْلِ فِيهِ.
Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah saw pernah mencuci pakaian yang terdapat bekas mani padanya, lalu keluar untuk menunaikan shalat dengan pakaian tersebut, dan saya masih melihat bekas cucian itu. (Muttafaq Alaihi).
Bulughul Maram - Menghilangkan Najis dan Penjelasannya
Bulughul Maram - Menghilangkan Najis dan Penjelasannya

Bulughul Maram - Menghilangkan Najis dan Penjelasannya

Dalam Lapad Hadits riwayat Muslim lainnya disebutkan :
لَقَدْ كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبٍ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرْكًا، فَيُصَلِّي فِيهِ
Aku benar-benar pernah menggosoknya (bekas mani) dari pakaian Rasulullah saw, kemudian beliau sholat dengan pakaian tersebut.
Di dalam lapad riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan :
لَقَدْ كُنْتُ أَحُكُّهُ يَابِسًا بِظُفُرِي مِنْ ثَوْبِهِ
Aku benar-benar pernah mengerik mani kering dengan kukuku dari pakaian beliau.

عَنْ أَبِي السَّمْحِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ.
Diriwayatkan dari Abu Samhi ra[3] bahwa Rasulullah saw bersabda: “Bekas air kencing bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air.[4]
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasa`i, dan nilai sebagai hadits shahih oleh Al Hakim.

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ -فِي دَمِ الْحَيْضِ يُصِيبُ الثَّوْبَ-: تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، ثُمَّ تَنْضَحُهُ، ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ.. 
Diriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar ra bahwa Nabi saw bersabda tentang darah haid yang mengenai pakaian: “Kikislah olehmu, gosok dengan air, lalu siramlah, baru kemudian engkau boleh shalat dengan pakaian itu.” Muttafaq Alaihi.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَتْ خَوْلَةُ : يَا رَسُولَ اللهِ، فَإِنْ لَمْ يَذْهَبِ الدَّمُ ؟ قَالَ: يَكْفِيكِ الْمَاءُ وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia mengatakan bahwa Khaulah[5] bertanya kepada rasulullah saw: “Wahai Rasulullah, meskipun darah itu tidak hilang?” Beliau menjawab: "Engkau cukup membersihkannya dengan air dan bekasnya tidak mengapa bagimu."
Diriwayatkan Imam Turmudzi dengan sanad yang lemah.


[1] Ia adalah Zaid bin Sahl Al Anshari. Ia menikah dengan Ummu Salim karena keislamannya. Larangan memakan daging keledai jinak telah kuat penetapannya berdasarkan hadits riwayat Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, Jabir, Ibnu Abi Aufa, Al Barra bin Al Azib, Abu Tsa’labah, Abu Hurairah, Iryadh bin Sariyah, Khalid bin Walid, Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, dan juga Miqdam bin Ma’diyakrib dan Ibnu Abbas.
[2] Hadits Shahih diriwayatkan Bukhari (2991) dan Muslim (1940) dari jalan sanad Muhammad bin Sirin dari Anas. Di dalam riwayat Imam Muslim ditambahnya : { مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ } Merupakan perbuatan syaitan.”
[3] Ia adalah Iyad, pelayan rasulullah saw, dan ia hanya meriwayatkan satu hadits ini saja.
[4] Yaitu bayi laki-laki yang belum makan selain air susu ibu. Ada juga hadits lain yang diriwayatkan dalam permasalahan ini, yaitu seperti hadits yang diriwayatkan Lubabah binti Al Harits dan Ali bin Abi Thalib.
[5] Khaulah binti Yasar. Hadits ini dinilai dhaif karena berasal dari riwayat Ibnu Luhai’ah. Ibrahim Al Harbi mengatakan, “Kita tidak pernah mendengar Khaulah melainkan hanya di dalam hadits ini saja.”

Bulughul Maram - Permasalahan Seputar Bejana

Bulughul Maram - Permasalahan Seputar Bejana 
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ والْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ 
Dari Hudzaifah bin Al Yamani ra bahwa Rasulullah saw bersabda: Janganlah kalian minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan dengan piring yang terbuat dari keduanya, karena barang-barang itu untuk mereka (orang kafir) di dunia sedang untuk kalian di akhirat. (Muttafaq Alaihi).

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الَّذِي يَشْرَبُ فِي إِنَاءِ الْفِضَّةِ إِنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ.
Dari Ummu Salamah ra, ia berkata bahwa rasulullah saw bersabda : Orang yang minum dengan bejana dari perak sungguh ia hanyalah memasukkan[1] api jahanam ke dalam perutnya. (Muttafaqun Alaih).

 Bulughul Maram - Permasalahan Seputar Bejana

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata bahwa rasulullah saw bersabda : Jika kulit binatang telah disamak maka ia menjadi suci.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Sedangkan lapad hadits di dalam riwayat Imam Empat adalah :
أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ
Apabila kulit binatang telah disamak niscaya telah menjadi suci.

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طُهُورُهاَ.
Dari Salamah bin Al Muhabbiq ra, ia berkata bahwa rasulullah saw bersabda : Menyamak kulit bangkai adalah mensucikannya.
Bulughul Maram - Permasalahan Seputar Bejana
Bulughul Maram - Permasalahan Seputar Bejana

Ibnu Hibban menyebut hadits ini sebagai hadits sahih.[2] 

عَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: مَرَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ يَجُرُّونَهَا، فَقَالَ: "لَوْ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا؟" فَقَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ، فَقَالَ: "يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ"
Dari Maimunah ra, ia berkata bahwa suatu ketika rasululah saw berjalan dan mendapati seekor kambing yang sedang diseret orang-orang. Beliau bersabda: "Alangkah baiknya jika kalian mengambil kulitnya." Mereka berkata: "Ia benar-benar telah mati." Beliau bersabda: "Ia dapat disucikan dengan air dan daun salam."
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.

عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّا بِأَرْضِ قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ، أَفَنَأْكُلُ فِي آنِيَتِهِمْ؟ قَالَ: "لَا تَأْكُلُوا فِيهَا، إِلَّا أَنْ لَا تَجِدُوا غَيْرَهَا، فَاغْسِلُوهَا، وَكُلُوا فِيهَا"
Abu Tsa'labah al-Khusny berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah, kami tinggal di daerah Ahlul Kitab, bolehkah kami makan dengan bejana mereka?. Beliau menjawab: “Janganlah engkau makan dengan bejana mereka kecuali jika engkau tidak mendapatkan yang lain. Oleh karena itu bersihkanlah dahulu dan makanlah dengan bejana tersebut.” (Muttafaq Alaihi).

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ تَوَضَّئُوا مِنْ مَزَادَةِ امْرَأَةٍ مُشْرِكَةٍ. 
Dari Imran Ibnu Hushain ra bahwa Nabi saw dan para sahabatnya berwudlu di mazadah (tempat air yang terbuat dari kulit binatang) milik seorang perempuan musyrik. Muttafaq Alaihi dalam sebuah hadits yang panjang.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُ : أَنَّ قَدَحَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْكَسَرَ، فَاتَّخَذَ مَكَانَ الشَّعْبِ سِلْسِلَةً مِنْ فِضَّةٍ.
Dari Anas bin Malik ra bahwa bejana Nabi saw retak, lalu beliau menambal tempat yang retak itu dengan pengikat dari perak.



[1] Memasukkan dengan menggunakan lapad { جَرْجَرَ } yang memiliki makna asal gemercik air pada pancuran yang tak berhenti-henti.
[2] Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ahmad, Abu Daud, Nasa`i dan Baihaqi dari Salamah dengan lapad-lapad lain.

Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam - Permasalahan Seputar Air

Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam - Permasalahan Seputar Air  

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْبَحْرِ: هُوَ الطُّهُورُ مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa rasulullah saw bersabda mengenai hukum air laut: Laut itu airnya suci dan bangkainya adalah halal.
Riwayat Imam Empat dan Ibnu Abi Syaibah. Adapun lapadz hadits di atas merupakan riwayat Ibnu Abi Syaibah, dan hadits ini dinilai sebagai hadits shahih oleh Ibnu Khuzaimah dan Turmudzi. Diriwayatkan juga oleh Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad.[1]

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
Diriwayatkan dari Abi Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya (hakikat) air itu adalah suci dan mensucikan tidak dapat dinajisi oleh sesesuatu apapun.


[1] Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Al Jarud di dalam kitab Al Muntaqa, Al Hakim dalam kitab Al Mustadrak, dan Daruquthni dan Baihaqi di dalam kitab As Sunan. Imam Turmudzi menyampaikan keshahihan hadits ini dari Imam Bukhari. Ibnu Mundzir dan Ibnu Mandah Al Baghwi menilainya sebagai hadits shahih. Hadits ini adalah jawaban dari rasulullah saw atas pertanyaan dari Abdullah Al Madlaji Al Arki yang merupakan nelayan.
Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam - Permasalahan Seputar Air
Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam - Permasalahan Seputar Air

Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam - Permasalahan Seputar Air


Hadis ini diriwayatkan oleh Tiga Imam dan dipandang sebagai hadits shahih oleh Imam Ahmad.[1]
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ وَلَوْنِهِ
Diriwayatkan dari Abi Umamah Al Bahili, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya air itu tidak akan dapat menjadi najis oleh sesuatu apapun, kecuali jika mengakibatkan perubahan pada bau, rasa dan warnanya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan Abu Hatim menyebutkannya sebagai hadits dhaif (lemah).[2]
Adapun matan hadits ini yang diriwayatkan Al Baihaqi adalah :
الْمَاءُ طَهُوْرٌ إِلَّا إِنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ أَوْ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ; بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ
Air itu adalah suci, kecuali jika bau, rasa, dan warnanya berubah karena disebabkan oleh najis yang mengenainya.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ. وَفِي لَفْظٍ: { لَمْ يَنْجُسْ }
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, ia berkata bahawa Rasulullah saw bersabda : “Jika air itu mencapai dua kulak niscaya tidak kotor”. Dalam lapad matan lainnya disebutkan : “Tidak najis”.
Diriwayatkan oleh Imam Empat dan disebutkan sebagai hadits sahih oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.[3]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : Janganlah seseorang dari kalian mandi pada air yang menggenang ketika ia dalam keadaan junub.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim
Adapun dalam riwayat Bukhari disebutkan dengan lapad :
لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ
Janganlah seseorang diantara kalian kencing pada air yang menggenang, yaitu air yang tidak mengalir, lalu ia mandi padanya.
Dalam riwayat lain Imam Muslim disebutkan dengan lapad :
لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ مِنْهُ
Janganlah seseorang diantara kalian kencing pada air yang menggenang, yaitu air yang tidak mengalir, lalu ia mandi dari airnya.
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan dengan lapad :
لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي وَلَا يَغْتَسِلُ فِيهِ مِنَ الْجَنَابَةِ
Janganlah seseorang diantara kalian kencing pada air yang menggenang, yaitu air yang tidak mengalir, dan janganlah ia mandi junub padanya.[4]

عَنْ رَجُلٍ صَحِبَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَغْتَسِلَ الْمَرْأَةُ بِفَضْلِ الرَّجُلِ، أَوْ الرَّجُلُ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ، وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا
Diriwayatkan dari salah seorang lelaki sahabat rasulullah saw, ia berkata : Sesungguhnya rasulullah saw melarang seorang perempuan mandi dengan sisa air laki-laki dan laki-laki dengan sisa air perempuan, tetapi hendaklah masing-masing menciduk air bersama-sama.
Hadits ini diriwayatkan Abu Daud dan Nasa`i, dan sanadnya adalah sahih.[5]
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Sesungguhnya rasulullah saw pernah mandi dengan air sisa Maimunah ra.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.[6] Adapun lapad hadits yang diriwayatkan oleh para penyusun Kitab Sunan adalah :
اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ، فَجَاءَ لِيَغْتَسِلَ مِنْهَا، فَقَالَتْ لَهُ: إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا، فَقَالَ: "إِنَّ الْمَاءَ لَا يُجْنِبُ"
Seorang isteri[7] rasulullah saw mandi pada satu tempat air, lalu beliau datang dan mandi dengan air tersebut, dan isteri beliau berkata, “Sesungguhnya aku sedang junub[8].” dan beliaupun menjawab bersabda, ”Sesungguhnya air itu tidak menjadi junub.”
Imam Turmudzi dan Ibnu Khuzaimah menyebutkannya sebagai hadits sahih.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Sucinya bejana (tempat air) milik seorang dari kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali dimana salah satunya menggunakan debu tanah.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan dalam salah satu lapad riwayatnya disebutkan :
فَلْيُرِقْهُ
”hendaklah ia membuang air itu.”
Adapun dalam lapad riwayat Tumudzi disebutkan :
أُخْرَاهُنَّ أَوْ أُوْلَاهُنَّ
.........yang pertama atau yang terakhir dicàmpur dengan debu tanah.[9]

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ -فِي الْهِرَّةِ-: إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ، إِنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ
Diriwayatkan dari Abi Qatadah ra bahwa rasulullah saw bersabda perihal kucing : Sesungguhnya ia (kucing) tidaklah najis, tetapi ia adalah binatang yang hidup berkeliaran disekitar kalian.
Diriwayatkan oleh Imam Empat. Imam Turmudzi dan Ibnu Khuzaimah menyebutkannya sebagai hadits sahih.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ، فَزَجَرَهُ النَّاسُ، فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, ia berkata : Seseorang Badui[10] datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, lalu orang-orang menghardiknya, dan Nabi saw melarang mereka (melakukan hal tersebut). Ketika ia telah selesai kencing, Nabi saw menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu. Muttafaq Alaihi.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ، وَأَمَّا الدَّمَانُ: فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, ia berkata bahwa rasulullah saw bersabda : Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Dua macam bangkai itu adalah belalang dan ikan, sedangkan dua macam darah adalah limpa dan hati.  
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah, dan di dalam sanadnya terdapat kelemahan.[11]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا وَقَعَ اَلذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ، فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً، وَفِي الْآخَرِ شِفَاءً
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa rasulullah saw bersabda : Apabila ada lalat jatuh ke dalam minuman seseorang di antara kalian, maka benamkanlah lalat itu kemudian keluarkanlah kembali, sebab pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat obat penawar.
Dikeluarkan oleh Bukhari, dan juga Abu Daud dengan tambahan lapad:
وَإِنَّهُ يَتَّقِي بِجَنَاحِهِ الَّذِي فِيهِ الدَّاءُ
Dan sesungguhnya lalat melindungi dirinya dengan sayap yang mengandung penyakit tersebut.[12] [13]

عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ -وَهِيَ حَيَّةٌ- فَهُوَ مَيِّتٌ.
Diriwayatkan dari Abu Waqid Al-Laitsi ra bahwa Nabi saw bersabda: Anggota tubuh yang terputus dari binatang yang masih hidup adalah termasuk bangkai.
Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Turmudzi, dan beliau menyatakannya sebagai hadits hasan, begitupun juga lapad hadits ini adalah riwayat Turmudzi.[14]


[1] Turmudzi menilainya sebagai Hadits Hasan, dan dinilai shahih oleh Ibnu Mu’in, Ibnu Hazm dan Hakim. Hadits ini merupakan jawaban rasulullah saw kepada orang yang bertanya kepada beliau perihal air dari sumur Bidha’ah, yaitu sumur yang dibuang padanya darah haidh, daging anjing, dan bangkai.
[2] Karena hadits ini diriwayatkan dari Rusydain bin Sa’ad. Ia adalah seorang yang saleh di dalam agama, tetapi ia seorang yang kurang kuat dan lemah dalam periwayatan sehingga tidak diterima riwayatnya oleh ulama hadits.
[3] Hadits ini lemah dan kacau secara matan dan sanad menurut pandangan para ulama hadits. Adapun sisi lemahnya disebabkan karena hadits ini tidak masyhur di kalangan ulama hadits, sedangkan kebutuhan umat akan hukum dalam perkara ini lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan terhadap nisab zakat. Maka seharusnya periwayatan hadits ini harus kuat dan sahih sebagaimana periwayatan tentang najisnya air kencing dan jumlah rakaat di dalam shalat, tetapi ternyata hanya diriwayatkan dari Ibnu Umar saja. Adapun yang meriwayatkan hadits ini dari Ibnu Umar hanya Ubaidillah dan Abdullah saja, lantas mana para sahabat Ibnu Umar dan penduduk Madinah yang banyak diriwayatkan hadits dari mereka?, dan mereka adalah orang yang paling membutuhkan hukum seperti yang dijelaskan di dalam hadits ini; karena mereka adalah orang-orang yang hidup dengan kondisi air yang minimal dan sulit. Setidaknya ada tiga dasar yang melandasi lemahnya hadits ini, yaitu : Pertama, hadits ini Mauquf (terhenti) pada Ibnu Umar sebagaimana pendapat yang ditegaskan oleh Al Mazyi, Ibnu Taimiyyah dan Baihaqi. Kedua, Sanadnya tidak jelas dan tidak kuat. Ketiga, Matannya tidak jelas dan tidak kuat.
Atas dasar itulah para ulama periwayat hadits shahih tidak meriwayatkannya dan dinilai sebagai hadits dhaif oleh Abdul Barr. Adapun kadar dua kullak tidak memiliki dasar riwayat shahih dari rasulullah saw sebagaimana dijelaskan di dalam kitab Tahdzibus Sunan karangan Ibnu Qayyim.
[4] Sunan Abu Daud (70)
[5] Ibnu Quddamah mengatakan di dalam kitab Al Muharrar, “Hadits ini dinilai shahih oleh Al Humaidi.” Baihaqi mengatakan bahwa seluruh perawinya adalah perawi yang dipercaya dan kuat. Adapun lelaki yang dimaksud di dalam hadits adalah Al Hakam bin Amru, ada juga yang mengatakannya Abdullah bin Sarjis, ada juga yang mengatakannya Abdullah bin Mughaffal.
[6] Hadits Sahih diriwayatkan oleh Imam Muslim (323)
[7] Ia adalah Maimunah ra, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Baihaqi.
[8] Di dalam Kamus bahasa Arab disebutkan bahwa lapad junub berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar { جَنَبَ }, tetapi boleh juga diambil dari kata dasar { أَجْنَبَ }, yaitu artinya adalah terkena hadats besar.
[9] Turmudzi mengatakan di dalam kitab Al Muharrar, “Hadits ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim serta para ulama hadits lainnya.” Daruquthni mengatakan, “Perawinya adalah terpercaya dan terkenal sebagai perawi yang diterima.” Al Hakim mengatakan, “Hadits ini termasuk hadits-hadits yang dinilai shahih oleh Imam Malik dan digunakan sebagai hujjah di dalam kitab Al Muwatha`.
[10] Ia adalah Dzul Khuwaishah Al Yamani yang berasal dari kampung pedalaman.
[11] Dinilai dhaif karena merupakan riwayat Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dimana ia termasuk orang yang mengingkari hadits. Abu Zur’ah dan Al Hakim menilainya sebagai hadits Mauquf.
[12] Bukan hanya Abu Hurairah seorang yang meriwayatkan hadits ini, tetapi diriwayatkan juga oleh Abu Sa’id Al Khudri seperti yang disebutkan di dalam kitab Musnad Imam Ahmad Juz. III Halaman 3, beliau mengatakan : Yahya, Ibnu Abi Dzi’b dan Sa’id (anak dari Abdullah bin Qarizh Al Qarizhi yang merupakan perawi yang tsiqah) menyampaikan hadits kepada kami dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa rasulullah saw bersabda :
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى طَعَامِ أَحَدِكُمْ فَامْقِلُوْهُ
Jika lalat mengenai makanan (minuman) kalian, maka benamkanlah lalat tersebut padanya.
Sanad hadits ini shahih.
Kemudian di dalam Juz III halaman 67 disebutkan : Yazid, Yahya, Ibnu Abi Dzi’b dan Sa’id bin Khalid menyampaikan hadits kepada kami, ia berkata : Aku masuk ke dalam rumah Abu Salmah bin Abdurrahman. Kemudian ia memberikan suguhan berupa keju dan roti, dan tiba-tiba ada lalat yang jatuh ke atas makanan tersebut, lalu Abu Salmah membenamkan lalat tersebut dengan jarinya ke dalam makanan, dan akupun berkata kepadanya, “Wahai paman, apa yang engkau lakukan ?” beliau menjawab berkata, “Sesungguhnya Abu Sa’id Al Khudri menyampaikan hadits kepada kami bahwa rasulullah saw bersabda :
إِنَّ أَحَدَ جَنَاحَيْ الذُّبَابِ سُمٌّ وَ الْآخَرَ شِفَاءٌ فَإِذَا وَقَعَ فِى الطَعَامِ فَامْقِلُوْهُ إِنَّه يُقَدِّمُ السُّمَّ وَيُؤَخِّرُ الشِّفَاءَ
Sesungguhnya salah satu sayap lalat mengandung racun, sedangkan yang satunya adalah penawarnya. Maka, jika lalat mengenai makanan kalian hendaklah membenamkannya; Sesungguhnya ia mengedepankan racun dan mengakhirkan penawar.
Sanad hadits ini juga shahih.
Sebagian orang yang tidak mengerti – mengikuti kaum kafir dan tidak beriman – dengan mengada-ada mengatakan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan hadits yang berisi sebaliknya; karena jika tidak niscaya mereka telah menuduh secara tidak benar terhadap Abu Sa’id Al Khudri dan para sahabat lainnya. Jika diikuti, maka apa yang akan tersisa dari kemurnian agama ini ?
[13] Diriwayatkan Imam Abu Daud di dalam kitab Sunannya (3844) dan sanadnya adalah Hasan.
[14] Imam Turmudzi memiliki tiga jalan sanad periwayatan hadits ini dari tiga sahabat, yaitu : Abu Sa’id Al Khudri, Ibnu Umar, dan Tamim Ad Dar