Tentang Kami

Monday, April 27, 2015

Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam - Permasalahan Seputar Air

Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam - Permasalahan Seputar Air  

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْبَحْرِ: هُوَ الطُّهُورُ مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa rasulullah saw bersabda mengenai hukum air laut: Laut itu airnya suci dan bangkainya adalah halal.
Riwayat Imam Empat dan Ibnu Abi Syaibah. Adapun lapadz hadits di atas merupakan riwayat Ibnu Abi Syaibah, dan hadits ini dinilai sebagai hadits shahih oleh Ibnu Khuzaimah dan Turmudzi. Diriwayatkan juga oleh Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad.[1]

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
Diriwayatkan dari Abi Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya (hakikat) air itu adalah suci dan mensucikan tidak dapat dinajisi oleh sesesuatu apapun.


[1] Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Al Jarud di dalam kitab Al Muntaqa, Al Hakim dalam kitab Al Mustadrak, dan Daruquthni dan Baihaqi di dalam kitab As Sunan. Imam Turmudzi menyampaikan keshahihan hadits ini dari Imam Bukhari. Ibnu Mundzir dan Ibnu Mandah Al Baghwi menilainya sebagai hadits shahih. Hadits ini adalah jawaban dari rasulullah saw atas pertanyaan dari Abdullah Al Madlaji Al Arki yang merupakan nelayan.
Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam - Permasalahan Seputar Air
Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam - Permasalahan Seputar Air

Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam - Permasalahan Seputar Air


Hadis ini diriwayatkan oleh Tiga Imam dan dipandang sebagai hadits shahih oleh Imam Ahmad.[1]
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ وَلَوْنِهِ
Diriwayatkan dari Abi Umamah Al Bahili, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya air itu tidak akan dapat menjadi najis oleh sesuatu apapun, kecuali jika mengakibatkan perubahan pada bau, rasa dan warnanya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan Abu Hatim menyebutkannya sebagai hadits dhaif (lemah).[2]
Adapun matan hadits ini yang diriwayatkan Al Baihaqi adalah :
الْمَاءُ طَهُوْرٌ إِلَّا إِنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ أَوْ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ; بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ
Air itu adalah suci, kecuali jika bau, rasa, dan warnanya berubah karena disebabkan oleh najis yang mengenainya.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ. وَفِي لَفْظٍ: { لَمْ يَنْجُسْ }
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, ia berkata bahawa Rasulullah saw bersabda : “Jika air itu mencapai dua kulak niscaya tidak kotor”. Dalam lapad matan lainnya disebutkan : “Tidak najis”.
Diriwayatkan oleh Imam Empat dan disebutkan sebagai hadits sahih oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.[3]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : Janganlah seseorang dari kalian mandi pada air yang menggenang ketika ia dalam keadaan junub.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim
Adapun dalam riwayat Bukhari disebutkan dengan lapad :
لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ
Janganlah seseorang diantara kalian kencing pada air yang menggenang, yaitu air yang tidak mengalir, lalu ia mandi padanya.
Dalam riwayat lain Imam Muslim disebutkan dengan lapad :
لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ مِنْهُ
Janganlah seseorang diantara kalian kencing pada air yang menggenang, yaitu air yang tidak mengalir, lalu ia mandi dari airnya.
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan dengan lapad :
لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي وَلَا يَغْتَسِلُ فِيهِ مِنَ الْجَنَابَةِ
Janganlah seseorang diantara kalian kencing pada air yang menggenang, yaitu air yang tidak mengalir, dan janganlah ia mandi junub padanya.[4]

عَنْ رَجُلٍ صَحِبَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَغْتَسِلَ الْمَرْأَةُ بِفَضْلِ الرَّجُلِ، أَوْ الرَّجُلُ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ، وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا
Diriwayatkan dari salah seorang lelaki sahabat rasulullah saw, ia berkata : Sesungguhnya rasulullah saw melarang seorang perempuan mandi dengan sisa air laki-laki dan laki-laki dengan sisa air perempuan, tetapi hendaklah masing-masing menciduk air bersama-sama.
Hadits ini diriwayatkan Abu Daud dan Nasa`i, dan sanadnya adalah sahih.[5]
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Sesungguhnya rasulullah saw pernah mandi dengan air sisa Maimunah ra.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.[6] Adapun lapad hadits yang diriwayatkan oleh para penyusun Kitab Sunan adalah :
اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ، فَجَاءَ لِيَغْتَسِلَ مِنْهَا، فَقَالَتْ لَهُ: إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا، فَقَالَ: "إِنَّ الْمَاءَ لَا يُجْنِبُ"
Seorang isteri[7] rasulullah saw mandi pada satu tempat air, lalu beliau datang dan mandi dengan air tersebut, dan isteri beliau berkata, “Sesungguhnya aku sedang junub[8].” dan beliaupun menjawab bersabda, ”Sesungguhnya air itu tidak menjadi junub.”
Imam Turmudzi dan Ibnu Khuzaimah menyebutkannya sebagai hadits sahih.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Sucinya bejana (tempat air) milik seorang dari kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali dimana salah satunya menggunakan debu tanah.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan dalam salah satu lapad riwayatnya disebutkan :
فَلْيُرِقْهُ
”hendaklah ia membuang air itu.”
Adapun dalam lapad riwayat Tumudzi disebutkan :
أُخْرَاهُنَّ أَوْ أُوْلَاهُنَّ
.........yang pertama atau yang terakhir dicàmpur dengan debu tanah.[9]

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ -فِي الْهِرَّةِ-: إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ، إِنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ
Diriwayatkan dari Abi Qatadah ra bahwa rasulullah saw bersabda perihal kucing : Sesungguhnya ia (kucing) tidaklah najis, tetapi ia adalah binatang yang hidup berkeliaran disekitar kalian.
Diriwayatkan oleh Imam Empat. Imam Turmudzi dan Ibnu Khuzaimah menyebutkannya sebagai hadits sahih.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ، فَزَجَرَهُ النَّاسُ، فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, ia berkata : Seseorang Badui[10] datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, lalu orang-orang menghardiknya, dan Nabi saw melarang mereka (melakukan hal tersebut). Ketika ia telah selesai kencing, Nabi saw menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu. Muttafaq Alaihi.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ، وَأَمَّا الدَّمَانُ: فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, ia berkata bahwa rasulullah saw bersabda : Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Dua macam bangkai itu adalah belalang dan ikan, sedangkan dua macam darah adalah limpa dan hati.  
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah, dan di dalam sanadnya terdapat kelemahan.[11]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا وَقَعَ اَلذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ، فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً، وَفِي الْآخَرِ شِفَاءً
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa rasulullah saw bersabda : Apabila ada lalat jatuh ke dalam minuman seseorang di antara kalian, maka benamkanlah lalat itu kemudian keluarkanlah kembali, sebab pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat obat penawar.
Dikeluarkan oleh Bukhari, dan juga Abu Daud dengan tambahan lapad:
وَإِنَّهُ يَتَّقِي بِجَنَاحِهِ الَّذِي فِيهِ الدَّاءُ
Dan sesungguhnya lalat melindungi dirinya dengan sayap yang mengandung penyakit tersebut.[12] [13]

عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ -وَهِيَ حَيَّةٌ- فَهُوَ مَيِّتٌ.
Diriwayatkan dari Abu Waqid Al-Laitsi ra bahwa Nabi saw bersabda: Anggota tubuh yang terputus dari binatang yang masih hidup adalah termasuk bangkai.
Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Turmudzi, dan beliau menyatakannya sebagai hadits hasan, begitupun juga lapad hadits ini adalah riwayat Turmudzi.[14]


[1] Turmudzi menilainya sebagai Hadits Hasan, dan dinilai shahih oleh Ibnu Mu’in, Ibnu Hazm dan Hakim. Hadits ini merupakan jawaban rasulullah saw kepada orang yang bertanya kepada beliau perihal air dari sumur Bidha’ah, yaitu sumur yang dibuang padanya darah haidh, daging anjing, dan bangkai.
[2] Karena hadits ini diriwayatkan dari Rusydain bin Sa’ad. Ia adalah seorang yang saleh di dalam agama, tetapi ia seorang yang kurang kuat dan lemah dalam periwayatan sehingga tidak diterima riwayatnya oleh ulama hadits.
[3] Hadits ini lemah dan kacau secara matan dan sanad menurut pandangan para ulama hadits. Adapun sisi lemahnya disebabkan karena hadits ini tidak masyhur di kalangan ulama hadits, sedangkan kebutuhan umat akan hukum dalam perkara ini lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan terhadap nisab zakat. Maka seharusnya periwayatan hadits ini harus kuat dan sahih sebagaimana periwayatan tentang najisnya air kencing dan jumlah rakaat di dalam shalat, tetapi ternyata hanya diriwayatkan dari Ibnu Umar saja. Adapun yang meriwayatkan hadits ini dari Ibnu Umar hanya Ubaidillah dan Abdullah saja, lantas mana para sahabat Ibnu Umar dan penduduk Madinah yang banyak diriwayatkan hadits dari mereka?, dan mereka adalah orang yang paling membutuhkan hukum seperti yang dijelaskan di dalam hadits ini; karena mereka adalah orang-orang yang hidup dengan kondisi air yang minimal dan sulit. Setidaknya ada tiga dasar yang melandasi lemahnya hadits ini, yaitu : Pertama, hadits ini Mauquf (terhenti) pada Ibnu Umar sebagaimana pendapat yang ditegaskan oleh Al Mazyi, Ibnu Taimiyyah dan Baihaqi. Kedua, Sanadnya tidak jelas dan tidak kuat. Ketiga, Matannya tidak jelas dan tidak kuat.
Atas dasar itulah para ulama periwayat hadits shahih tidak meriwayatkannya dan dinilai sebagai hadits dhaif oleh Abdul Barr. Adapun kadar dua kullak tidak memiliki dasar riwayat shahih dari rasulullah saw sebagaimana dijelaskan di dalam kitab Tahdzibus Sunan karangan Ibnu Qayyim.
[4] Sunan Abu Daud (70)
[5] Ibnu Quddamah mengatakan di dalam kitab Al Muharrar, “Hadits ini dinilai shahih oleh Al Humaidi.” Baihaqi mengatakan bahwa seluruh perawinya adalah perawi yang dipercaya dan kuat. Adapun lelaki yang dimaksud di dalam hadits adalah Al Hakam bin Amru, ada juga yang mengatakannya Abdullah bin Sarjis, ada juga yang mengatakannya Abdullah bin Mughaffal.
[6] Hadits Sahih diriwayatkan oleh Imam Muslim (323)
[7] Ia adalah Maimunah ra, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Baihaqi.
[8] Di dalam Kamus bahasa Arab disebutkan bahwa lapad junub berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar { جَنَبَ }, tetapi boleh juga diambil dari kata dasar { أَجْنَبَ }, yaitu artinya adalah terkena hadats besar.
[9] Turmudzi mengatakan di dalam kitab Al Muharrar, “Hadits ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim serta para ulama hadits lainnya.” Daruquthni mengatakan, “Perawinya adalah terpercaya dan terkenal sebagai perawi yang diterima.” Al Hakim mengatakan, “Hadits ini termasuk hadits-hadits yang dinilai shahih oleh Imam Malik dan digunakan sebagai hujjah di dalam kitab Al Muwatha`.
[10] Ia adalah Dzul Khuwaishah Al Yamani yang berasal dari kampung pedalaman.
[11] Dinilai dhaif karena merupakan riwayat Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dimana ia termasuk orang yang mengingkari hadits. Abu Zur’ah dan Al Hakim menilainya sebagai hadits Mauquf.
[12] Bukan hanya Abu Hurairah seorang yang meriwayatkan hadits ini, tetapi diriwayatkan juga oleh Abu Sa’id Al Khudri seperti yang disebutkan di dalam kitab Musnad Imam Ahmad Juz. III Halaman 3, beliau mengatakan : Yahya, Ibnu Abi Dzi’b dan Sa’id (anak dari Abdullah bin Qarizh Al Qarizhi yang merupakan perawi yang tsiqah) menyampaikan hadits kepada kami dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa rasulullah saw bersabda :
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى طَعَامِ أَحَدِكُمْ فَامْقِلُوْهُ
Jika lalat mengenai makanan (minuman) kalian, maka benamkanlah lalat tersebut padanya.
Sanad hadits ini shahih.
Kemudian di dalam Juz III halaman 67 disebutkan : Yazid, Yahya, Ibnu Abi Dzi’b dan Sa’id bin Khalid menyampaikan hadits kepada kami, ia berkata : Aku masuk ke dalam rumah Abu Salmah bin Abdurrahman. Kemudian ia memberikan suguhan berupa keju dan roti, dan tiba-tiba ada lalat yang jatuh ke atas makanan tersebut, lalu Abu Salmah membenamkan lalat tersebut dengan jarinya ke dalam makanan, dan akupun berkata kepadanya, “Wahai paman, apa yang engkau lakukan ?” beliau menjawab berkata, “Sesungguhnya Abu Sa’id Al Khudri menyampaikan hadits kepada kami bahwa rasulullah saw bersabda :
إِنَّ أَحَدَ جَنَاحَيْ الذُّبَابِ سُمٌّ وَ الْآخَرَ شِفَاءٌ فَإِذَا وَقَعَ فِى الطَعَامِ فَامْقِلُوْهُ إِنَّه يُقَدِّمُ السُّمَّ وَيُؤَخِّرُ الشِّفَاءَ
Sesungguhnya salah satu sayap lalat mengandung racun, sedangkan yang satunya adalah penawarnya. Maka, jika lalat mengenai makanan kalian hendaklah membenamkannya; Sesungguhnya ia mengedepankan racun dan mengakhirkan penawar.
Sanad hadits ini juga shahih.
Sebagian orang yang tidak mengerti – mengikuti kaum kafir dan tidak beriman – dengan mengada-ada mengatakan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan hadits yang berisi sebaliknya; karena jika tidak niscaya mereka telah menuduh secara tidak benar terhadap Abu Sa’id Al Khudri dan para sahabat lainnya. Jika diikuti, maka apa yang akan tersisa dari kemurnian agama ini ?
[13] Diriwayatkan Imam Abu Daud di dalam kitab Sunannya (3844) dan sanadnya adalah Hasan.
[14] Imam Turmudzi memiliki tiga jalan sanad periwayatan hadits ini dari tiga sahabat, yaitu : Abu Sa’id Al Khudri, Ibnu Umar, dan Tamim Ad Dar

0 comments:

Post a Comment